BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia
merupakan negara agraris yang memiliki pertanian dan perkebunan yang sangat
banyak. Banyak masyarakat Indonesia bekerja dibidang pertanian dan perkebunan,
dan perkembangan industri dibidang tersebut banyak mengalami peningkatan,
terutama di bidang perkebunan yang terus mengalami peningkatan. Menurut Badan
Pusat Statistik peningkatan produksi perkebunan gula tebu mengalami peningkatan
dari tahun 2011 sampai 2014 yaitu 2 244,15 ton di tahun 2011, meningkat menjadi
2 592,60 ton ditahun 2012, terus meningkat ditahun 2013 yaitu menjadi 2 553,50
ton dan 2 575,40 ton ditahun 2014.
PTPN
XI atau PT Perkebunan Nusantara XI adalah badan usaha milik negara (BUMN)
agribisnis perkebunan dengan core
business gula. Perusahaan ini bahkan satu-satunya BUMN yang mengusahakan
komoditas tunggal, yakni gula, dengan kontribusi sekitar 16-18% terhadap
produksi nasional. Sebagian besar bahan baku berasal dari tebu rakyat yang
diusahakan para petani sekitar melalui kemitraan dengan pabrik. Sebagai
perusahaan milik negara yang memiliki beberapa anak perusahaan yang terbagi
menjadi beberapa distrik yaitu distrik barat tengah dan timur, memiliki tugas
untuk memenuhi kebutuhan gula masyarakat indonesia.
Pabrik
Gula Djatiroto atau PG Djatiroto adalah perusahaan yang berada dibawah naungan
PTPN XI yang merupakan pabrik gula terbesar di PTPN XI yang selalu berupaya
untuk menjaga citra dan kualitas dari produk yang dibuat, maka diperlukan
adanya pengawasan perusahaan terhadap proses pembuatan gula. Dalam proses
pembuatan gula terdiri dari beberapa proses dan beberapa departemen, salah
satunya yaitu departemen pengemasan. Departemen pengemasan ini memiliki tugas
untuk mengemas Gula Kristal Putih atau GKP kedalam karung plastik yang telah
disediakan.
Proses
pengemasan ini dilakukan dengan mesin pengemasan yang mana ukuran untuk 1
karung plastik tersebut sebesar 50 Kg. Di proses ini sering terjadi
permasalahan yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan, sebab jika dalam
pengemasan tersebut terjadi cacat pada kemasan maka kerugian perusahaan sebesar
satu karung gula tersebut. Permasalahan yang terjadi yaitu tidak adanya inner bag pada karung plastik, jahitan
di karung bagian bawah tidak ada, karung berlubang atau sobek. Cacat yang
terjadi pada karung kemasan gula ini diakibatkan tidak adanya pemeriksaan yang
intensif di bagian penerimaan karung. Oleh karena itu perlu dilakukannya
pemeriksaan intensif terhadap karung yang diperoleh dari perusahaan lain agar
kemasan yang diterima untuk kemasan gula menjadi lebih baik dengan hasil
produktivitas meningkat, kualitas baik dan tidak lagi merugikan perusahaan.
Menurut
Institute of Industrial Engineers
(IIE) teknik industri berfokus kepada perancangan, peningkatan dan instalasi
dari sistem terintegrasi yang terdiri
atas manusia, material, peralatan dan energi untuk menspesifikasikan,
memprediksi dan mengevaluasi hasil yang diperoleh dari sebuah sistem
terintegrasi, oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan dan keahlian dalam bidang
matematika, fisika dan ilmu-ilmu sosial serta prinsip dan metodologi
teknik/rekayasa. Teknik industri ini mempelajari bagaimana cara untuk
mengoptimalkan sumber daya yang ada di sistem terintegrasi yang terdiri dari manusia, material, mesin, informasi
dan modal (Wright,2002). Maka itu mahasiswa teknik industri dituntut untuk bisa
memahami permasalahan yang ada dan bagaimana cara menyelesaikan masalah
tersebut.
Adanya
permasalahan yang ada dibagian penyediaan kemasan tersebut, tepatnya dibidang
pengemasan dapat disimpulkan bahwa faktor pemeriksaanlah yang menjadi masalah
utama. Maka penulis melakukan penelitian mengenai sampling penerimaan yang
terdapat di dalam gudang penerimaan kemasan PG Djatiroto dengan judul “Pengendalian Kualitas dengan Metode Aceptance Sampling terhadap Kualitas
Kemasan Gula di PG Djatiroto”.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan
yang telah di paparkan sebelumnya diperoleh rumusan masalah yaitu adanya
kerusakan kemasan gula pada saat pengemasan, karena tidak adanya pemeriksaan
terhadap raw material kemasan gula.
1.3 Tujuan
Penelitian
Adapun
tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan perumusan masalah tersebut yaitu mereduksi
tingkat penerimaan kantong kemasan gula yang rusak seminimal mungkin dengan
menggunakan metode acceptance sampling.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat
yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:
1.
Sebagai
pertimbangan langsung bagi perusahaan dalam mengambil tindakan untuk berupaya
dalam perbaikan sistem dan kualitas produk pabrik.
1.5 Batasan Masalah dan Asumsi
Berdasarkan
pada penelitian yang dilakukan dengan ruang lingkup permasalahan yang diambil
maka perlu adanya pembatasan masalah agar penelitian dapat berjalan lancar dan
baik. Berikut merupakan batasan masalah yang telah ditetapkan:
1.
Penelitian
ini hanya dilakukan di departemen QC (Quality
Control).
2.
Penelitian
dilakukan di bagian penerimaan kemasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tentang Gula
Gula
(raw sugar) terdiri dari 2 macam
yaitu gula tebu dan gula bit (cane sugar
and beet sugar). Produksi gula di dunia berjumlah 120 juta ton setiap
tahun, yang terdiri dari gula tebu 65% dan gula bit 35%. Standar perdagangan
komoditi gula yaitu dari gula tebu untuk air tebu yang dikristalisasi dengan
suhu sebesar 96-990 sehingga warna gula menjadi agak coklat
kekuning-kuningan. Tebu merupakan tanaman padi yang membutuhkan suhu yang
tinggi dan lembab dalam pertumbuhannya, masa pertumbuhan tebu yaitu berlangsung
selama 9-24 bulan (Ferlianto, Gondomulio, &
Laloan, 2006)
.
Negara
yang memiliki penghasil gula tebu yaitu asia selatan yang meliputi India dan
Bangladesh, asia tenggara yakni Indonesia, Thailand dan Amerika Latin. Negara
yang menghasilkan gula bit yaitu kawasan pertengahan daerah utara sub tropis
yang memiliki iklim yang sejuk. Masa pertumbuhan untuk jenis gula bit selama 6
bulan yang ditanam pada musim semi Maret s/d Mei. Musim panen berlangsung pada
musim gugur september s/d November. Hasil bit yang diperoleh beratnya sekitar
700-1000 gram menghasilkan gula 13-16 persen (Ferlianto, Gondomulio, & Laloan, 2006).
Gula
merupakan suatu zat karbohidrat yang sederhana dan menjadi sumber energi bagi
sel tubuh serta menjadi komoditi perdagangan utama. Gula yang sering dijumpai
di masyarakat dan sering diperdagangkan berbentuk gula kristal putih yang
banyak dihasilkan oleh pabrik gula di Indonesia terutama jawa timur. Gula yang
sering dijumpai biasanya digunakan sebagai bahan pengubah rasa menjadi manis.
Gula
di Indonesia banyak diperoleh dari tanaman yang bernama tebu. Tumbuhan tebu
biasanya tumbuh di daerah tropis, di Indonesia tebu banyak dijumpai di pulau
jawa dan sumatra. Untuk pengolahan gula dari tanaman tebu, pertama tebu diperas
untuk diambil air niranya, kemudian air nira hasil proses pemerasan tersebut
dimasak dan diputihkan dengan pemberian beberapa zat tambahan, yang selanjutnya
akan menjadi gula kristal putih atau gula pasir, seperti yang ada dipasaran. Dari
proses pengolahan tebu tersebut dihasilkan gula sebesar 5,5% - 9%, ampas tebu
sebesar 25% – 30% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air 4,5% – 5,5%.
2.2 Perusahaan Gula
Perusahaan
gula yang ada di Indonesia sangatlah banyak, terutama di pulau jawa dan
sumatra. Perusahaan gula yang ada di Indonesia ini merupakan sebagian besar
perusahaan milik BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Perusahaan gula merupakan
perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan yang mengolah kebun tebu menjadi
gula.
2.3 Dodge-Romig Sampling Plans
H.
F Dodge dan H. G. Romig merupakan orang yang mengembangkan seperangkat alat
pemeriksaan sampling lot per lot untuk inspeksi produk berdasarkan jenis
atributnya pada tahun 1959. Rencana sampling tersebut digunakan secara luas dibidang
manufaktur. Terdapat dua jenis rencana pengambilan sampel yang ada pada tabel Dodge-Remig yaitu rencana pengambilan
sampel Lot Tolerance Percent Defective
(LTPD) dan rencana pengambilan sampel dengan AOQ yang telah ditentukan. Dari
masing-masing rencana pengambilan sampel tersebut terdapat untuk single dan double sampling (Irani, 1999).
2.4 Sampling Penerimaan
Prosedur
yang umum telah dilakukan yaitu memeriksa mutu dari bagian yang datang dengan
menggunakan rencana sampling
statistik. Sesuai dengan rencana sampling
tersebut, sebuah sampel dari n unit
dipilih secara acak dari kemasan berisi N
unit (populasi). Proses yang dilakukan ini yaitu proses sampling penerimaan. Pemeriksaan yang dilakukan akan menentukan
jumlah cacat yang diperiksa di dalam sampel. Jumlah cacat yang diperoleh
dibandingkan dengan angka kritis dan angka penerimaan (jumlah yang dapat
diterima). Jika jumlah cacat pada sampel n
lebih kecil atau sama dengan angka penerimaan c maka kemasan bisa diterima. Dan sebaliknya jika jumlah cacat pada
sampel n melebihi angka penerimaan
maka kemasan tersebut ditolak atau dilanjutkan dan diperiksa 100% (Lind, Marchal, & Wathen, 2008).
Sampling penerimaan merupakan suatu
proses pengambilan keputusan. Dalam Pengambilan keputusan ini terdapat dua
kemungkinan yaitu menerima atau menolak. Apabila kemasan tersebut baik dan
pemeriksaan sampel baik, atau kemasan tersebut tidak baik dan pemeriksaan
sampel tersebut tidak baik, maka keputusan yang telah diambil tersebut sudah
tepat. Pada hal lain ada dua kemungkinan juga yaitu kemasan tersebut sebagian
besar tidak baik tetapi diterima. Ini disebut dengan resiko pelanggan. Begitu juga, suatu kemasan tersebut sebagian
besar baik dan memenuhi standar, tetapi ditolak setelah pemeriksaan. Maka ini
disebut resiko produsen (Lind, Marchal, & Wathen,
2008).
Menurut
Montgomery dalam bukunya statistical
quality control, sampling penerimaan
dilakukan jika situasinya sebagai berikut:
1.
Ketika
pengujian yang dilakukan bersifat destruktif.
2.
Jika
biaya inspeksi 100% sangat tinggi.
3.
Jika
dilakukan pemeriksaan 100% tidak ada teknologi yang layak tetapi membutuhkan
waktu yang sangat lama dan mengganggu penjadwalan produksi yang berdampak
serius.
4.
Ketika
ada banyak barang yang akan diperiksa dengan tingkat kesalahan pemeriksaan yang
sangat tinggi yaitu 100% inspeksi dapat menimbulkan persentase yang lebih
tinggi dari unit yang rusak.
5.
Ketika
supplier memiliki pengalaman kualitas
yang sangat baik, dan beberapa pengurangan inspeksi dari 100% yang diinginkan,
tetapi dengan kemampuan proses supplier
rendah untuk membuat pemeriksaan alternatif yang tidak memuaskan.
6.
Jika
ada resiko kewajiban produk yang serius, dan meskipun supplier proses memuaskan tetap dibutuhkan untuk memantau produk.
2.4.1
Keuntungan dan kerugian dari sampling
Saat sampling penerimaan dengan inspeksi
100%, maka akan memiliki keuntungan sebagai berikut (Montgomery, 2009):
1.
Biasanya
biaya lebih murah karena pemeriksaan yang dilakukan sedikit.
2.
Ada
penanganan yang kurang dari produk, maka mengurangi, maka mengurangi kerusakan.
3.
Proses
penerimaan sampling ini berlaku dalam
pengujian destruktif (merusak).
4.
Membutuhkan
sedikit personil dalam melakukan inspeksi.
5.
Sangat
sering mengurangi jumlah kesalahan dalam pemeriksaan.
6.
Dengan
melakukan hal seperti penolakan, akan membuat supplier melakukan perbaikan terus menerus terhadap kualitas produk
yang dikirim atau diproduksi.
Sampling penerimaan juga memiliki
kelemahan yaitu (Montgomery, 2009):
1.
Ada
resiko menerima lot buruk, dan juga menolak lot baik.
2.
Informasi
yang kurang lengkap tentang produk dan proses produksi produk tersebut.
3.
Dalam
melakukan sampling diperlukan adanya
dokumentasi sedangkan dalam melakukan inspeksi 100% tidak diperlukan.
BAB III
GAMBARAN PERUSAHAAN
3.1
Sejarah Umum Perusahaan
PG
Djatiroto merupakan salah satu unit usaha pabrik gula yang masih
dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara XI. Pada awalnya PG Djatiroto didirikan
oleh perusahaan swasta milik Belanda yaitu HVA (Haandels Verenging Amsterdam) pada tahun 1905.
Pada
tahun 1957 tepatnya tanggal 12 desember, PG Djatiroto diambil alih oleh
pemerintah Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang no.86/1958 yang
berisi bahwa semua perusahaan milik belanda diambil alih oleh pemerintah
Republik Indonesia, dan juga tertuang dalam surat pemerintah militer NO.SPPKM/D.16/12/1957.
Di
tahun 1961 dibentuk Badan Pemimpin Umum Perusahaan Negara Gula dan Karung Goni
(BPU-PPN) yang merupakan peleburan dari PPN. Selanjutnya ditanggal 13 april
1968 PPN diganti dengan nama Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) yang
berdasarkan pada PP no 13 dan PP no 14 yang mana PG Djatiror berada dibawah PNP
XXIV yang berkantor pusat di Surabaya. Kemudian pada tahun 1974 terjadi lagi
perubahan bentuk perusahaan negara menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO).
Setahun kemudian tepatnya tahun 1975 PG Djatiroto dibawah PTP XXIV dan PTP XXV,
kemudian pada tanggal 11 Maret 1996 digabung dengan PTP XX menjadi PTP Nusantara
XI yang berkantor pusat di Surabaya.
Berikut
merupakan visi dan misi PG Djatiroto:
Visi :
Menjadi
Penyangga yang tangguh bagi kelangsungan hidup PTPN XI (Persero).
Misi :
-
Memaksimalkan
produktivitas lahan HGU.
-
Menjadikan
petani sebagai akselerator produksi.
-
Memaksimalkan
efektivitas dan efisiensi pabrik.
-
Memantapkan cost
effectiveness.
-
Memberdayakan
lingkungan dan masyarakat guna mendukung keberadaan Pabrik Gula
Djatiroto.
3.2 Struktur Organisasi
Demi
memperlancar tugas-tugas dan segala hal kegiatan di PG Djatiroto, maka PG
Djatiroto memiliki struktur organisasi yang bertujuan untuk memperjelas
tanggung jawab dimasing-masing bagian. Berikut merupakan struktur organisasi
yang ada di PG Djatiroto:
PG
Djatiroto dipimpin oleh seorang General Manager yang dibantu oleh 4 Kepala
Bagian dan disetiap Kepala Bagian dibantu oleh Asisten Manager.
1.
General
Manager
General
Manager bertugas melaksanakan segala kebijakan dan keputusan Direksi dan
menyelesaikan serta memutuskan masalah pabrik baik intern maupun ekstern, serta
menjamin dan mengelola semua faktor yang menjadi tanggung jawab secara
keseluruhan dan terus menerus.
2.
Manager
Tanaman
Manager
Tanaman memiliki tugas untuk bertanggung jawab atas penyediaan bahan baku
tanaman tebu yang akan digiling oleh pabrik kepada administratur dan selalu
memberi laporan kepada bidang tanaman ditingkat direksi.
3.
Manager
Teknik
Manager
Teknik bertanggung jawab terhadap instalasi pabrik maupun instalasi lainnya
tepat pada waktu sebelum mulai musim giling. Dan juga semua peralatan mesin
pedukung operasional giling dan memberi laporan di bidang teknik ditingkat
direksi.
4.
Manager
Pengolahan
Manager
pengolahan memiliki tugas untuk bertanggung jawab terhadap proses pengolahan tebu
menjadi gula. Di luar masa giling, bagian pabrikasi memiliki tugas untuk
mempersiapkan data administrasi persiapan giling serta mempersiapkan timbangan
truk dan juga tetes. Jika di dalam masa giling bagian tersebut bertugas
melaksanakan semua kegiatan operasional yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Dalam tugasnya manager pengolahan dibantu oleh chemiker (dokter gula).
5.
Manager
administrasi keuangan dan umum
Manager
AKU bertugas mengkoordinir, mengatur, mengawasi dan melaksanakan tugas-tugas
dalam bidang AKU seperti hal berikut perencanaan, pembukuan, umum, kesekretariatan,
pergudangan dan tenaga kerja. Serta anggaran perusahaan (RKAP) dan pengendalian
biaya.
6.
Karyawan
Karyawan
yang ada di PG Djatiroto memiliki beberapa status yaitu sebagai berikut:
a.
Karyawan
staf
b.
Karyawan
Non Staf (karyawan pelaksana)
1.
Karyawan
Tetap yaitu meliputi karyawan bulanan.
2.
Karyawan
tidak tetap meliputi karyawan musiman dan kontrak waktu tertentu.
3.3 Proses Produksi Gula
PG
Djatiroto merupakan pabrik gula yang memproduksi gula jenis SHS (Super High Sugar). Berikut proses
pembuatan gula di PG Djatiroto secara garis besar:
1.
Bagian
Statsiun penggilingan
Di stasiun penggilingan ini merupakan
pengolahan pertama tebu yang sudah diangkut, sebelumnya tebu yang akan masuk di
bagian penggilingan harus ditimbang terlebih dahulu baik yang diangkut lori
maupun yang diangkut dengan truk. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan
digital elektrik.
Tebu yang telah ditimbang
diangkut menggunakan cane crane ke
atas meja tebu, yang kemudian tebu tersebut dipotong dan dicacah menggunakan cane knife yang dibawa oleh carrier suplesi/conveyor. Kemudian tebu
mengalami penghancuran dengan menggunakan alat unigrator. Tebu yang telah dihancurkan akan dilanjutkan ke proses
pemerahan di mesin gilingan. Air nira hasil perahan tersebut disimpan kedalam
bak penampungan.
Terdapat beberapa alat
transportasi tebu yang digunakan yaitu truck
tippler, Lier penarik lori, Crane pengangkat tebu, meja tebu, Carrier Supplesi dan perata tebu.
Gambar
3.2 Truck tippler
2.
Bagian
Stasiun Pemurnian
Nira mentah hasil perahan dari
stasiun penggilingan akan dilanjutkan keproses pemurnian yaitu di stasiun
pemurnian. Tujuan utama stasiun pemurnian ini yaitu memisahkan nira mentah
hasil dari stasiun penggilingan dengan kotoran yang tercampur dengan nira
menggunakan cara kimia dan fisika. Sebelum lanjut ke pemurnian, nira mentah
ditibang terlebih dahulu dengan menggunakan flow meter untuk mengetahui berapa
berat nira mentah yang telah dihasilkan.
Nira mentah yang sudah ditimbang
dilanjutkan ke juice heater 1
(pemanas pendahuluan) dengan suhu panas sebesar 70-750C, dengan
tujuan untuk menghentikan aktifitas enzim beserta mikroorganisme di dalam nira,
mempercepat reaksi kimia dan mengendapkan kotoran.
Dari juice heater 1 proses berikutnya ke defekator, yaitu nira dari juice heater 1 dimasukkan ke dalam
bejana defekator 1 untuk pemberian susu kapur 1, pada proses ini pH nira mentah
berada pada 5,6-5,7. Untuk menaikkan menjadi 7,0 dibutuhkan waktu selama 1,5
menit di dalam bejana defekator. Di dalam defekator ini akan terjadi inti
kalsium pospat (Ca(PO4)2) yang menyelubungi kotoran,
supaya kotoran lebih banyak diikat, maka nira di lanjutkan ke defekator 2 untuk
pemberian susu kapur 2, untuk memperoleh pH sebesar 7,5 dibutuhkan waktu selama
1 menit. Kemudian dilanjutkan ke defekator 3 untuk pemberian susu kapur 3
hingga pH mencapai 8,5 (selama 0,6 menit), pada proses ini dinamakan proses
defekasi.
Untuk proses sulfitasi yaitu,
nira yang keluar dari tangki defekasi dialirkan menuju bejana sulfitasi, yang
kemudian terjadi pencampuran antara nira dan gas belerang. Gas belerang ini
digunakan untuk menetralkan nira yang kelebihan kapur. Tujuan dari sulfitasi
ini untuk menurunkan pH nira menjadi 7,0 dan menguatkan ikatan endapan yang ada
pada nira melalui endapan CaSO3 yang terbentuk. Lalu nira masuk ke juice heiter II di suhu ± 105o
C.
Nira hasil pemanasan juice heiter II dipompakan ke dalam flash tank untuk menghilangkan gas
terlarut, selanjutnya nira ke tangki dengan sebutan prefloc tower yang mana pada tahap ini terjadi penambahan flokulan.
Penambahan ini dimaksudkan untuk mempercepat penggumpalan, dan mempercepat
terbentuknya endapan pada nira. Sehingga memudahkan pemisahan kotoran kasar,
gumpalan serta endapan yang terbentuk di dalam nira. Nira yang telah diberi
flokulan langsung dialirkan kedalam single
tray (bejana pengendapan) dengan tujuan untuk memisahkan nira yang jernih
dengan nira kotor.
Nira jernih dari bak pengendapan
tadi terlebih dahulu disaring melalui DSM
Screen, dilanjutkan ke juice heater
III untuk dipanaskan kembali dengan suhu mencapai 110o C. Pemanasan
ini dilakukan untuk meringankan beban pemanasan yang dilakukan di departemen
penguapan (evaporator). Dari juice heater III ini dilanjutkan ke
bagian evaporator. Sedangkan nira
kotor yang keluar dari single tray dilanjutkan menuju vacum filter, nira
tersebut dicampur dengan ampas halus sebagai media penyaringan dalam bagasilo mixer. Hasil dari vacum filter
ini yaitu berupa nira tapis dan blotong, nira tapis dipompa ke peti nira mentah
tertimbang untuk diolah kembali, sedangkan blotongnya dibuang. Di dalam
departemen pemurnian ini merupakan salah satu bagian yang menentukan hasil
gula, keberhasilan tersebut antara lain :
a.
Efisiensi
dan efektifitas proses
b.
Warna
gula yang dihasilkan
c.
Penekanan
kehilangan gula selama proses
3.
Bagian Stasiun Penguapan
Pada proses penguapan ini
bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalam nira jernih,
sehingga di dapatkan nira kental dengan konsentrasi tertentu dan siap
dilanjutkan keproses berikutnya yaitu pada stasiun masakan. Kandungan air di
dalam nira mentah ± 85% dan diharapkan dengan dilakukannya penguapan kadar air
di dalam nira kental ini mencapai ± 38% dengan Brix ± 60%. Brix merupakan
prosentase atau jumlah zat padat semu yang larut (dalam gr) setiap 100 gram
larutan. Jika dijelaskan dengan gambar seperti di bawah ini.
Gambar
3.3 Tentang Brix
Untuk
menghitung nilai brix digunakan alat yaitu hydrometer atau dengan nama lain
yaitu timbangan brix. Selain bisa unutk mengukur nilai brix, alat ini juga bisa
untuk mengukur temperatur nira.
Sistem
kerja penguapan yang digunakan yaitu sistem Quintuple
effect yang artinya penguapan dengan lima tingkat badan penguapan. Badan
penguapan yang ada di PG Djatiroto ada 7 buah badan, yang satu digunakan
sebagai badan penguapan cadangan. Badan I menggunakan dua unit badan penguapan.
Pertama
nira masuk kedalam bdan penguapan dengan sumber panas uap bekas dari turbin,
sedangkan yang lain menggunakan uap nira badan terakhir dialirkan ke kondensor.
Supaya sistem ini dapat berjalan dengan baik maka harus menggunakan tekanan
hampa sehingga titik didih nira dapat diturunkan, disamping itu juga dapat
menghemat pemakaian uap pemanas maka sistem penguapan ini juga dapat mengurangi
terjadinya invarsi sukrosa, sehingga
gula tetap baik dan tidak rusak.
Nira
hasil dari badan penguapan dilanjutkan dengan pemberian gas SO2 di
dalam bejana sulfitir dengan tujuan untuk memucatkan warna nira kental, supaya
warna kristal gula lebih putih dan juga berguna untuk mencegah terjadinya
perubahan warna pada waktu nira dipanaskan di tangki evaporator pada proses masakan. Adapun pH nira kental tersulfitir
sebesar 5,4-5,6 untuk dialirkan ke bagian masakan.
4.
Bagian
Stasiun Masakan
Proses
yang terjadi di stasiun masakan memiliki tujuan untuk merubah sukrosa dari nira
kental menjadi kristal gula yang berukuran sama atau seragam dengan menggunakan
kalori seminimal mungkin serta menekan kehilangan gula seminimal mungkin pada
tetes.
Bagian
masakan dipisah menjadi tiga bagian yaitu masakan A (ada 8 buah pan), masakan C
(ada 3 buah pan) dan masakan D (ada 3 pan). Harkat Kemurnian (HK) pada proses
masakan mencapai 75%-84%. Nira yang telah dimasak kemudian didinginkan di dalam
palung pendinginan yang dibagian tengahnya yang dilengkapi dengan pemutar
berkecepatan 2 RPM. Selama dalam palung pendinginan, stroop yang mengandung
kristal gula akan mengalami pendinginan dan perubahan kristal gula menjadi
lebih besar, kecepatan kristalisasinya masakan A dan C besar karena harkat
kemurnian masakan tersebut tinggi maka tidak perlu terlalu lama berada di
palung pendinginan, berbeda dengan masakan D harus berada di dalam palung
pendinginan lebih lama.
5.
Bagian
Stasiun Puteran
Fungsi dari stasiun puteran ini
yaitu untuk memisahkan kristal gula dari larutannya, agar di dapatkan kristal
gula murni. Hasil dari masakan di tampung di dalam palung pendingin, jika sudah
terbentuk kristal gula selanjutnya di bawa ke stasiun puteran untuk memisahkan mollase dengan gula kristalnya.
Untuk hasil masakan A dibawa
keputeran A1, hasilnya ditampung pada mixer
(peti pencampur) dan dilanjutkan keputeran A2 yang sudah berupa klare (stroop hasil dari puteran yang
memiliki kandungan gula rendah/kadar gulanya rendah) dan gula kristal.
Sedangkan untuk stroop A yang berasal dari puteran A1 masih memiliki kandungan
kadar gula yang cukup tinggi dan dimasak lagi pada pan masakan C. Klare dari
puteran A2 ditampung dan dibawa ke peti intrex
untuk dialirkan ke nira kental sulfitir. Untuk kristal gulanya dijatuhkan pada
ayakan atau (sugar dryer) sampai
kadar airnya sesuai yang ditargetkan. Begitupun juga dengan stroop hasil puteran C, yang masih
mengandung kadar gula cukup tinggi dimasak kembali pada pan D kemudian
dilanjutkan kebagian puteran D1. Hasil dari puteran D1 tidak dapat
dikristalkan, cairan hasil dari D1 ini dinamakan tetes sedangkan hasil
kristalisasinya ditampung pada peti mixer (pencampur) dan akan dilanjutkan
keputeran D2. Di PG Djatiroto ini ± 30% tetes hasil pegolahan tebu digunakan kembali
untuk membuat tetes dan spritus, sedangkan sisanya dijual sebagai tetes.
6.
Bagian
Pengemasan
Dibagian terakhir proses
pembuatan gula ini yaitu proses pengemasan dan penyimpanan produk gula di dalam
gudang. Letak dari bagian pengemasan ini berdekatan dengan areal gudang gula,
supaya penyimpanan dan pemasaran gula bisa lebih cepat. Gula yang telah jadi
masuk kebagian pengemasan dan dikemas kedalam karung sak plastik dengan berat
satu sak yaitu 50 kg.
Gula yang telah dimasukkan ke dalam
karung sak plastik ini ditimbang kembali agar ketepatan berat sesuai dengan
berat gula perkarung (50kg/karung). Kemasan di tutup dengan cara dijahit.
Plastik yang berada di dalam karung atau yang biasa disebut dengan inner bag digunakan untuk mencegah
masuknya uap air masuk ke karung gula, karena uap air tersebut dapat
menyebabkan kadar air dalam karung menjadi naik dan menyebabkan tumbuhnya
mikroorganisme yang merugikan dan gula melumer atau mencair.
Gula yang telah dikemas dalam
karung plastik disimpan kedalam gudang dengan dibawa oleh lori pengangkut gula,
dan menggunakan konveyor untuk meletakkan gula dari lori ke bagian dalam
gudang. Tumpukan di dalam gula maksimal mencapai 40 karung, dengan penemapatan
gula saling silang bergantian posisi. Gudang penyimpanan harus memenuhi
beberapa syarat, yaitu:
a.
Tidak
memiliki kelembapan tinggi.
b.
Alas
lantai diberi rongga dengan papan kayu agar gula tidak terlalu lembab.
c.
Kering
dan bebas dari genangan air.
d.
Suhu
di gudang harus berkisar antara 28o-30oC.
3.4 Gambaran Raw Material di PG
Djatiroto
Gambar 3.4 Sistem penerimaan di
Gudang saat ini
Gambar
3.4 tersebut menjelaskan bahwa di PG Djatiroto saat ini memiliki sistem
penerimaan kemasan dari perusahaan lain ke PG Djatiroto yang langsung diterima
dan disimpan ke gudang.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi
penelitian ini meliputi penjelasan yang menyangkut langkah-langkah penelitian
yang dilakukan oleh penulis dalam melaksanakan penelitiannya, seperti berikut
penjelasan.
4.1 Langkah-langkah Pelaksanaan
Kajian Kerja Praktek
4.1.1
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian
ini dilakukan di PT Perkebunan Nasional
XI cabang kerja Lumajang, yang terletak di Jalan Ranu Pakis Nomor 1, Desa
Kaliboto Lor, Kecamatan Jatiroto, Kabupaten Lumajang, Jawa timur. Penelitian
ini dilaksanakan pada tanggal 03 agustus 2015 sampai 19 september 2015.
4.1.2
Identifikasi variabel
Variabel
penelitian merupakan atribut atau sifat yang memiliki variasi tertentu yang
ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2004). Adapun variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu:
1.
Jumlah
Populasi dalam Lot.
2.
Jumlah
sampel yang akan diambil
3.
Bilangan
Penerimaan
4.
Jumlah
sampel yang cacat
5.
Probabilitas
penerimaan
6.
Probabilitas
cacat.
4.1.3
Teknik pengambilan data
Teknik
dalam pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan
melaksanakan pengamatan langsung di PG Djatiroto yang menjadi objek dalam
penelitian ini. Berikut teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian
ini:
1.
Observasi
Observasi merupakan kegiatan yang dilakukan dengan
cara melakukan pengamatan atau peninjauan secara langsung di tempat penelitian,
yaitu dengan mengamati proses, sistem atau kegiatan yang berhubungan langsung
dengan identifikasi variabel-variabel penelitian.
2.
Wawancara
Wawancara
adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dengan melakukan tanya jawab
langsung kepada orang atau pihak yang lebih mengetahui dengan objek yang
dieliti. Pihak yang lebih mengetahui hal ini yaitu bagian manajemen/karyawan PG
Djatiroto Lumajang, menenai data-data variabel penelitian.
3.
Dokumentasi
Dokumentasi sendiri meliputi tentang bagaimana
mempelajari dokumen-dokumen yang ada diperusahaan, serta foto-foto yang
diperlukan.
4.1.4
Jumlah sampling
Penentuan
jumlah sampling dalam metode acceptance sampling yaitu menggunakan
tabel DODGE and ROMIG. Diketahui jumlah
lot size 500 sebanyak 5 lot yang
diperiksa, sampel yang diambil sebesar 45.
4.1.5
Alat pengumpulan data
Alat yang
digunakan dalam pengumpulan data yaitu menggunakan checksheet untuk mengetahui jumlah cacat dalam pengecekan sampel
yang diambil.
4.1.6
Jenis uji/analisis data
Pengujian
yang dilakukan dalam penelitian di PG Datiroto ini yaitu menggunakan metode
sampling penerimaan (acceptance sampling).
Metode ini yaitu mengambil sampel dalam suatu lot untuk dilihat apakah lot
tersebut bisa diterima atau ditolak, dengan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan. Metode ini sangat cocok dengan masalah yang ada di PG Djatiroto.
4.2 Flowchart/ Alur penelitian
Gambar 4.5
merupakan flowchart penelitian:
Gambar 4.5 Flowchart penelitian
4.2.1 Gambaran
Sistem yang diharapkan
Gambar 4.6
merupakan gambar sistem penerimaan kemasan yang diharapkan di PG Djatiroto.
Gambar 4.6
Sistem yang diharapkan
Gambar
4.6 berikut merupakan sistem penerimaan barang kemasan dari perusahaan lain ke
PG Djatiroto yang diharapkan peneliti agar dapat memenuhi tujuan peneliti.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Data yang Diolah
Data
yang digunakan dan diolah pada penelitian ini yaitu menggunakan data atribut.
Data atribut ini merupakan data kualitatif yang dapat dianalisis serta dihitung
untuk pencatatannya. Data tersebut diperoleh dengan melihat secara visual
terhadap objek yang diteliti, seperti produk yang tidak sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditetapkan. Pada penelitian ini, peneliti hanya menilai
pada produk kemasan karung plastik gula di PG Djatiroto, apakah kemasan
tersebut baik atau layak untuk digunakan.
5.2 Identifikasi Kemasan dan Ketidaksesuaiannya
Kemasan
yang diperoleh PG Djatiroto merupakan produk dari pabrik lain yaitu berupa
kemasan karung plastik dengan ukuran isi karung 50 kg. Kemasan tersebut
digunakan sebagai kemasan gula yang ada di PG Djatiroto.
Ketidaksesuaian
kemasan gula tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.
Kemasan
sobek atau bolong
Yaitu
kemasan yang mana ada anyaman yang rusak atau bolong sehingga kemasan tersebut
tidak dapat digunakan lagi.
2.
Tidak
ada jahitan
Tidak
adanya jahitan pada sisi bawah kemasan, sebaiknya kemasan harus lengkap dengan
jahitan bawahnya agar bisa digunakan.
3. Inner
Bag
Yaitu
bagian dalam kemasan, berbentuk plastik agar gula terlindungi. Inner bag merupakan bagian penting dalam
kemasan, jika tidak ada maka kemasan tersebut tidak sesuai dan tidak bisa
digunakan.
5.3 Penentuan Lot dan LTPD
Penentuan
lot dalam penelitian ini yaitu 1 kemasan karung plastik. 1 lot tersebut berisi
(N) = 500 lembar karung plastik. Lot ini didapatkan dari produk yang homogen.
Gambar 5.7 Lot
penelitian
Penentuan
nilai LTPD (Lot Tolerance Percent
Defective) atau LQL (Limit Quality
Level) ditetapkan oleh perusahaan yaitu sebesar 5% artinya tingkat kualitas
terendah dalam lot yang dapat terima konsumen sebesar 5%.
5.4
Pengolahan Data
Peneliti
melakukan analisa dan interpretasi data dengan metode acceptance sampling tabel Dodge
and Romig single sampling plan. Pertama peneliti melakukan perhitungan
untuk menentukan process average dari
produk kemasan yang akan diteliti yaitu dengan menggunakan peta P. Data yang
telah diambil dimasukkan kedalam tabel pengamatan seperti dibawah ini:
Tabel 5.1 Tabel pengamatan pertama
Tabel
5.1 tersebut merupakan data yang diperoleh dari lapangan yang dapat digunakan
untuk perhitungan dalam menentukan nilai process
average, yaitu dengan menghitung nilai
.
Berikut perhitungan matematisnya:
p
=
à
=
GT
=
BKA/BKB
=
± 3
.................................(pers 1)
Keterangan
:
p =
Proporsi defective
n =
Jumlah sampel per subgrup
np = Jumlah defective dalam subgrup
Penyelesaiaan:
=
=
= 0,01467
Setelah
dilakukan perhitungan
didapatkan hasil sebesar 0,01467, dan dari
data tersebut proses sudah berada dalam batas kontrol atas dan bawah setelah
diuji menggunakan software. Jadi
dapat digunakan sebagai nilai process average yaitu sebesar 0,01467.
5.4.1
Acceptance sampling
Lot
yang diperiksa yaitu sebesar 5 lot selama 2 hari, dengan menentukan terlebih
dahulu n dan c yang akan dipakai menggunakan tabel Dodge and Romig Single Sampling. Lot size sebesar 500 dengan LTPD 5% dan process average sebesar 0,01467 tipe single sampling maka diperoleh ukuran sampel (n) = 45, angka
penerimaan (c) = 0 dan Average Outgoing
Quality Limit (AOQL) sebesar = 0,75%. Artinya jika ditemukan kemasan karung
plastik yang rusak (tidak sesuai) ≤ 0 maka lot diterima, sedangkan jika kemasan
karung plastik yang rusak (tidak sesuai) yang ditemukan > 1 maka lot harus
diperiksa 100% dan yang rusak dibuang. AOQL (Average Outgoing Quality Limit) menunjukkan bahwa prosedur ini
menghasilkan lot yang kerusakannya tidak melebihi 0,75%.
Pengambilan
sampel direkap pada tabel dibawah ini yaitu:
Tabel 5.2 Hasil pengamatan
Tabel
5.2 di atas menjelaskan hasil pengamatan yang telah diambil selama 2 hari, dengan
ukuran lot 500 sebanyak 5 lot yang diperiksa. Dari 45 sampel yang diambil didapatkan
cacat kemasan sebanyak 4 lot pada 5 lot yang telah diperiksa. Cacat yang
diperiksa tersebut sudah termasuk cacat yang telah ditentukan sebelumnya.
Hasil
pengamatan yang telah dilakukan tersebut, diolah dan dibandingkan dengan angka
penerimaan yang ditentukan sebelumnya dari tabel Dodge and Romig.
Tabel 5.3 Angka penerimaan
Tabel
5.3 di atas menerangkan tentang angka penerimaan dan penolakan yang digunakan
saat melaksanakan pemeriksaan lot. Angka terima ≤ 0 mengartikan, jika terdapat
produk yang tidak sesuai (cacat) ≤ 0 maka lot diterima sedangkan jika > 0
maka lot harus ditolak.
Maka
dari angka penerimaan dan penolakan yang telah dibuat, didapat tabel penarikan
keputusan sebagai berikut:
Tabel 5.4 Penarikan keputusan
Tabel
5.4 tersebut merupakan tabel penarikan keputusan, dengan hasil kesimpulan dari sepuluh
lot yang diperiksa ternyata terdapat 4 lot yang ditolak, yang artinya terdapat
lot yang belum memenuhi angka penerimaan yang ditetapkan.
Penarikan
keputusan yang diambil yaitu berdasarkan:
Lot
diterima jika : d ≤ c
Lot
ditolak jika : d > c
Analisis
mengenai kualitas kemasan yang telah diperiksa mengartikan bahwa lot-lot yang
telah diperiksa tersebut terdapat kualitas kemasan yang kurang baik dan harus
ditolak. Ini mungkin disebabkan karena supplier
dari kemasan tersebut kurang teliti dalam menginspeksi produk kemasan gula yang
akan dikirim ke PG Djatiroto. Atau sebaiknya dilakukan perjanjian dengan supplier agar memperbaiki kualitas
produknya, supaya tidak ada lagi cacat yang ditemukan.
5.4.2
Pengukuran kurva operasi (OC)
Pada
rencana penarikan sampel tunggal atribut tercakup pemilihan n item dalam suatu lot untuk diinspeksi
ditiap item tersebut. Jika angka penerimaan tersebut lebih kecil dari angka
yang cacat yang telah ditemukan, maka lot tersebut diterima. Tetapi sebaliknya
jika item cacat yang ditemukan lebih dari angka penerimaan maka lot tersebut
ditolak. Berikut merupakan hubungan antara probabilitas penerimaan dengan
proporsi kesalahan yang direkap dalam tabel dan divisualisasikan dengan kurva:
Tabel 5.5 Hubungan Pa dan P
Gambar 5.8 Kurva OC
Kurva
OC pada gambar 5.8 tersebut menjelaskan hubungan antara probabilitas penerimaan
(Pa) dengan bagian kesalahan dalam produk yang dihasilkan (p). Dapat dijelaskan
pula dari grafik kurva OC tersebut jika nilai p = 0,01 maka probabilitas
penerimaannya Pa = 0,638, artinya jika proporsi kesalahan (cacat) yang ada
dalam lot tersebut sebesar 0,01 maka probabilitas penerimaannya sebesar 0,638
dan seterusnya. Semakin kecil nilai proporsi cacat maka nilai probabilitas
penerimaannya semakin besar.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diambil dari Praktek Kerja Lapangan ini yaitu dari hasil pengamatan
yang telah diperiksa didapatkan bahwa 5 lot yang diuji terdapat 4 lot yang
ditolak, artinya resiko konsumen tidak dapat terhindari. Ini dimungkinkan bahwa
supplier kemasan kurang ketat dalam
menginspeksi produk yang dikirim ke PG Djatiroto.
Tabel 6.6
Penarikan keputusan
Hasil
dari pengukuran kurva operasi (OC) yaitu semakin kecil nilai proporsi cacat
maka semakin besar nilai probabilitas penerimaannya artinya hubungan keduanya
berbanding lurus. Penerapan metode acceptance
sampling ini lebih praktis dan mudah untuk dilakukan pada pemeriksaan
kualitas kemasan gula di PG Djatiroto, guna meruduksi tingkat penerimaan
kantong kemasan gula yang rusak seminimal mungkin.
6.2 Saran
Adapun
saran yang peneliti ajukan untuk perusahaan ataupun untuk penelitian
selanjutnya:
1.
Perusahaan
dapat mempertimbangkan metode ini untuk diterapkan dalam sistem penerimaan
kemasan, dalam menjamin kualitas kemasan yang baik.
2.
Untuk
penelitian selanjutnya sebaiknya penggunaan kurva ditambah lagi tidak hanya
menggunakan kurva OC saja.
3.
Penelitian
berikutnya sampling penerimaan bisa
dilakukan untuk sisi produsen dan juga sisi konsumen, tidak hanya sisi konsumen
saja.
DAFTAR PUSTAKA
Ferlianto, L. R., Gondomulio, E., & Laloan, R. T. (2006).
Komoditi Investasi Paling Prospektif. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Irani, S. (1999). Handbook of Cellular Manufacturing
Systems. United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
Lind, D., Marchal, W., & Wathen, S. (2008). Teknik-Teknik
Statistika dalam Bisnis dan Ekonomi Menggunakan Kelompok Data Global.
Jakarta: Salemba Empat.
Montgomery, D. (2009). Introduction to Statistical Quality
Control. United State of America: John Wiley & Sons, Inc.
Schilling, E., & Neubauer, D. (2009). Acceptance
Sampling in Quality Control. New York: CRC PRESS Taylor & Francis
Group.
LAMPIRAN
DOKUMENTASI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar