Rabu, 23 Maret 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki pertanian dan perkebunan yang sangat banyak. Banyak masyarakat Indonesia bekerja dibidang pertanian dan perkebunan, dan perkembangan industri dibidang tersebut banyak mengalami peningkatan, terutama di bidang perkebunan yang terus mengalami peningkatan. Menurut Badan Pusat Statistik peningkatan produksi perkebunan gula tebu mengalami peningkatan dari tahun 2011 sampai 2014 yaitu 2 244,15 ton di tahun 2011, meningkat menjadi 2 592,60 ton ditahun 2012, terus meningkat ditahun 2013 yaitu menjadi 2 553,50 ton dan 2 575,40 ton ditahun 2014.
PTPN XI atau PT Perkebunan Nusantara XI adalah badan usaha milik negara (BUMN) agribisnis perkebunan dengan core business gula. Perusahaan ini bahkan satu-satunya BUMN yang mengusahakan komoditas tunggal, yakni gula, dengan kontribusi sekitar 16-18% terhadap produksi nasional. Sebagian besar bahan baku berasal dari tebu rakyat yang diusahakan para petani sekitar melalui kemitraan dengan pabrik. Sebagai perusahaan milik negara yang memiliki beberapa anak perusahaan yang terbagi menjadi beberapa distrik yaitu distrik barat tengah dan timur, memiliki tugas untuk memenuhi kebutuhan gula masyarakat indonesia.
Pabrik Gula Djatiroto atau PG Djatiroto adalah perusahaan yang berada dibawah naungan PTPN XI yang merupakan pabrik gula terbesar di PTPN XI yang selalu berupaya untuk menjaga citra dan kualitas dari produk yang dibuat, maka diperlukan adanya pengawasan perusahaan terhadap proses pembuatan gula. Dalam proses pembuatan gula terdiri dari beberapa proses dan beberapa departemen, salah satunya yaitu departemen pengemasan. Departemen pengemasan ini memiliki tugas untuk mengemas Gula Kristal Putih atau GKP kedalam karung plastik yang telah disediakan.
Proses pengemasan ini dilakukan dengan mesin pengemasan yang mana ukuran untuk 1 karung plastik tersebut sebesar 50 Kg. Di proses ini sering terjadi permasalahan yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan, sebab jika dalam pengemasan tersebut terjadi cacat pada kemasan maka kerugian perusahaan sebesar satu karung gula tersebut. Permasalahan yang terjadi yaitu tidak adanya inner bag pada karung plastik, jahitan di karung bagian bawah tidak ada, karung berlubang atau sobek. Cacat yang terjadi pada karung kemasan gula ini diakibatkan tidak adanya pemeriksaan yang intensif di bagian penerimaan karung. Oleh karena itu perlu dilakukannya pemeriksaan intensif terhadap karung yang diperoleh dari perusahaan lain agar kemasan yang diterima untuk kemasan gula menjadi lebih baik dengan hasil produktivitas meningkat, kualitas baik dan tidak lagi merugikan perusahaan.
Menurut Institute of Industrial Engineers (IIE) teknik industri berfokus kepada perancangan, peningkatan dan instalasi dari sistem terintegrasi yang terdiri atas manusia, material, peralatan dan energi untuk menspesifikasikan, memprediksi dan mengevaluasi hasil yang diperoleh dari sebuah sistem terintegrasi, oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan dan keahlian dalam bidang matematika, fisika dan ilmu-ilmu sosial serta prinsip dan metodologi teknik/rekayasa. Teknik industri ini mempelajari bagaimana cara untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada di sistem terintegrasi yang terdiri dari manusia, material, mesin, informasi dan modal (Wright,2002). Maka itu mahasiswa teknik industri dituntut untuk bisa memahami permasalahan yang ada dan bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut.
Adanya permasalahan yang ada dibagian penyediaan kemasan tersebut, tepatnya dibidang pengemasan dapat disimpulkan bahwa faktor pemeriksaanlah yang menjadi masalah utama. Maka penulis melakukan penelitian mengenai sampling penerimaan yang terdapat di dalam gudang penerimaan kemasan PG Djatiroto dengan judul “Pengendalian Kualitas dengan Metode Aceptance Sampling terhadap Kualitas Kemasan Gula di PG Djatiroto”.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang telah di paparkan sebelumnya diperoleh rumusan masalah yaitu adanya kerusakan kemasan gula pada saat pengemasan, karena tidak adanya pemeriksaan terhadap raw material kemasan gula.

1.3  Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan perumusan masalah tersebut yaitu mereduksi tingkat penerimaan kantong kemasan gula yang rusak seminimal mungkin dengan menggunakan metode acceptance sampling.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:
1.    Sebagai pertimbangan langsung bagi perusahaan dalam mengambil tindakan untuk berupaya dalam perbaikan sistem dan kualitas produk pabrik.

1.5 Batasan Masalah dan Asumsi
Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan dengan ruang lingkup permasalahan yang diambil maka perlu adanya pembatasan masalah agar penelitian dapat berjalan lancar dan baik. Berikut merupakan batasan masalah yang telah ditetapkan:
1.    Penelitian ini hanya dilakukan di departemen QC (Quality Control).
2.    Penelitian dilakukan di bagian penerimaan kemasan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tentang Gula
Gula (raw sugar) terdiri dari 2 macam yaitu gula tebu dan gula bit (cane sugar and beet sugar). Produksi gula di dunia berjumlah 120 juta ton setiap tahun, yang terdiri dari gula tebu 65% dan gula bit 35%. Standar perdagangan komoditi gula yaitu dari gula tebu untuk air tebu yang dikristalisasi dengan suhu sebesar 96-990 sehingga warna gula menjadi agak coklat kekuning-kuningan. Tebu merupakan tanaman padi yang membutuhkan suhu yang tinggi dan lembab dalam pertumbuhannya, masa pertumbuhan tebu yaitu berlangsung selama 9-24 bulan (Ferlianto, Gondomulio, & Laloan, 2006) .
Negara yang memiliki penghasil gula tebu yaitu asia selatan yang meliputi India dan Bangladesh, asia tenggara yakni Indonesia, Thailand dan Amerika Latin. Negara yang menghasilkan gula bit yaitu kawasan pertengahan daerah utara sub tropis yang memiliki iklim yang sejuk. Masa pertumbuhan untuk jenis gula bit selama 6 bulan yang ditanam pada musim semi Maret s/d Mei. Musim panen berlangsung pada musim gugur september s/d November. Hasil bit yang diperoleh beratnya sekitar 700-1000 gram menghasilkan gula 13-16 persen (Ferlianto, Gondomulio, & Laloan, 2006).
Gula merupakan suatu zat karbohidrat yang sederhana dan menjadi sumber energi bagi sel tubuh serta menjadi komoditi perdagangan utama. Gula yang sering dijumpai di masyarakat dan sering diperdagangkan berbentuk gula kristal putih yang banyak dihasilkan oleh pabrik gula di Indonesia terutama jawa timur. Gula yang sering dijumpai biasanya digunakan sebagai bahan pengubah rasa menjadi manis.
Gula di Indonesia banyak diperoleh dari tanaman yang bernama tebu. Tumbuhan tebu biasanya tumbuh di daerah tropis, di Indonesia tebu banyak dijumpai di pulau jawa dan sumatra. Untuk pengolahan gula dari tanaman tebu, pertama tebu diperas untuk diambil air niranya, kemudian air nira hasil proses pemerasan tersebut dimasak dan diputihkan dengan pemberian beberapa zat tambahan, yang selanjutnya akan menjadi gula kristal putih atau gula pasir, seperti yang ada dipasaran. Dari proses pengolahan tebu tersebut dihasilkan gula sebesar 5,5% - 9%, ampas tebu sebesar 25% – 30% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air 4,5% – 5,5%.

2.2 Perusahaan Gula
Perusahaan gula yang ada di Indonesia sangatlah banyak, terutama di pulau jawa dan sumatra. Perusahaan gula yang ada di Indonesia ini merupakan sebagian besar perusahaan milik BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Perusahaan gula merupakan perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan yang mengolah kebun tebu menjadi gula.

2.3 Dodge-Romig Sampling Plans
H. F Dodge dan H. G. Romig merupakan orang yang mengembangkan seperangkat alat pemeriksaan sampling lot per lot untuk inspeksi produk berdasarkan jenis atributnya pada tahun 1959. Rencana sampling tersebut digunakan secara luas dibidang manufaktur. Terdapat dua jenis rencana pengambilan sampel yang ada pada tabel Dodge-Remig yaitu rencana pengambilan sampel Lot Tolerance Percent Defective (LTPD) dan rencana pengambilan sampel dengan AOQ yang telah ditentukan. Dari masing-masing rencana pengambilan sampel tersebut terdapat untuk single dan double sampling (Irani, 1999).

2.4 Sampling Penerimaan
Prosedur yang umum telah dilakukan yaitu memeriksa mutu dari bagian yang datang dengan menggunakan rencana sampling statistik. Sesuai dengan rencana sampling tersebut, sebuah sampel dari n unit dipilih secara acak dari kemasan berisi N unit (populasi). Proses yang dilakukan ini yaitu proses sampling penerimaan. Pemeriksaan yang dilakukan akan menentukan jumlah cacat yang diperiksa di dalam sampel. Jumlah cacat yang diperoleh dibandingkan dengan angka kritis dan angka penerimaan (jumlah yang dapat diterima). Jika jumlah cacat pada sampel n lebih kecil atau sama dengan angka penerimaan c maka kemasan bisa diterima. Dan sebaliknya jika jumlah cacat pada sampel n melebihi angka penerimaan maka kemasan tersebut ditolak atau dilanjutkan dan diperiksa 100% (Lind, Marchal, & Wathen, 2008).
Sampling penerimaan merupakan suatu proses pengambilan keputusan. Dalam Pengambilan keputusan ini terdapat dua kemungkinan yaitu menerima atau menolak. Apabila kemasan tersebut baik dan pemeriksaan sampel baik, atau kemasan tersebut tidak baik dan pemeriksaan sampel tersebut tidak baik, maka keputusan yang telah diambil tersebut sudah tepat. Pada hal lain ada dua kemungkinan juga yaitu kemasan tersebut sebagian besar tidak baik tetapi diterima. Ini disebut dengan resiko pelanggan. Begitu juga, suatu kemasan tersebut sebagian besar baik dan memenuhi standar, tetapi ditolak setelah pemeriksaan. Maka ini disebut resiko produsen (Lind, Marchal, & Wathen, 2008).
Menurut Montgomery dalam bukunya statistical quality control, sampling penerimaan dilakukan jika situasinya sebagai berikut:
1.    Ketika pengujian yang dilakukan bersifat destruktif.
2.    Jika biaya inspeksi 100% sangat tinggi.
3.    Jika dilakukan pemeriksaan 100% tidak ada teknologi yang layak tetapi membutuhkan waktu yang sangat lama dan mengganggu penjadwalan produksi yang berdampak serius.
4.    Ketika ada banyak barang yang akan diperiksa dengan tingkat kesalahan pemeriksaan yang sangat tinggi yaitu 100% inspeksi dapat menimbulkan persentase yang lebih tinggi dari unit yang rusak.
5.    Ketika supplier memiliki pengalaman kualitas yang sangat baik, dan beberapa pengurangan inspeksi dari 100% yang diinginkan, tetapi dengan kemampuan proses supplier rendah untuk membuat pemeriksaan alternatif yang tidak memuaskan.
6.    Jika ada resiko kewajiban produk yang serius, dan meskipun supplier proses memuaskan tetap dibutuhkan untuk memantau produk.
2.4.1 Keuntungan dan kerugian dari sampling
Saat sampling penerimaan dengan inspeksi 100%, maka akan memiliki keuntungan sebagai berikut (Montgomery, 2009):
1.    Biasanya biaya lebih murah karena pemeriksaan yang dilakukan sedikit.
2.    Ada penanganan yang kurang dari produk, maka mengurangi, maka mengurangi kerusakan.
3.    Proses penerimaan sampling ini berlaku dalam pengujian destruktif (merusak).
4.    Membutuhkan sedikit personil dalam melakukan inspeksi.
5.    Sangat sering mengurangi jumlah kesalahan dalam pemeriksaan.
6.    Dengan melakukan hal seperti penolakan, akan membuat supplier melakukan perbaikan terus menerus terhadap kualitas produk yang dikirim atau diproduksi.
Sampling penerimaan juga memiliki kelemahan yaitu (Montgomery, 2009):
1.    Ada resiko menerima lot buruk, dan juga menolak lot baik.
2.    Informasi yang kurang lengkap tentang produk dan proses produksi produk tersebut.
3.    Dalam melakukan sampling diperlukan adanya dokumentasi sedangkan dalam melakukan inspeksi 100% tidak diperlukan.


BAB III
GAMBARAN PERUSAHAAN

3.1 Sejarah Umum Perusahaan
PG Djatiroto merupakan salah satu unit usaha pabrik gula  yang masih  dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara XI. Pada awalnya PG Djatiroto didirikan oleh perusahaan swasta milik Belanda yaitu HVA (Haandels  Verenging  Amsterdam) pada tahun 1905.
Pada tahun 1957 tepatnya tanggal 12 desember, PG Djatiroto diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang no.86/1958 yang berisi bahwa semua perusahaan milik belanda diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia, dan juga tertuang dalam surat pemerintah militer NO.SPPKM/D.16/12/1957.
Di tahun 1961 dibentuk Badan Pemimpin Umum Perusahaan Negara Gula dan Karung Goni (BPU-PPN) yang merupakan peleburan dari PPN. Selanjutnya ditanggal 13 april 1968 PPN diganti dengan nama Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) yang berdasarkan pada PP no 13 dan PP no 14 yang mana PG Djatiror berada dibawah PNP XXIV yang berkantor pusat di Surabaya. Kemudian pada tahun 1974 terjadi lagi perubahan bentuk perusahaan negara menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO). Setahun kemudian tepatnya tahun 1975 PG Djatiroto dibawah PTP XXIV dan PTP XXV, kemudian pada tanggal 11 Maret 1996 digabung dengan PTP XX menjadi PTP Nusantara XI yang berkantor pusat di Surabaya.
Berikut merupakan visi dan misi PG Djatiroto:
Visi        :
Menjadi Penyangga yang tangguh bagi kelangsungan hidup PTPN XI (Persero).
Misi        :
-        Memaksimalkan produktivitas lahan HGU.
-        Menjadikan petani sebagai akselerator produksi.
-        Memaksimalkan efektivitas dan efisiensi pabrik.
-        Memantapkan cost effectiveness.
-        Memberdayakan lingkungan dan masyarakat guna mendukung keberadaan Pabrik  Gula Djatiroto.

3.2 Struktur Organisasi
Demi memperlancar tugas-tugas dan segala hal kegiatan di PG Djatiroto, maka PG Djatiroto memiliki struktur organisasi yang bertujuan untuk memperjelas tanggung jawab dimasing-masing bagian. Berikut merupakan struktur organisasi yang ada di PG Djatiroto:




Gambar 3.1 Struktur Organisasi PG Djatiroto

PG Djatiroto dipimpin oleh seorang General Manager yang dibantu oleh 4 Kepala Bagian dan disetiap Kepala Bagian dibantu oleh Asisten Manager.
1.    General Manager
General Manager bertugas melaksanakan segala kebijakan dan keputusan Direksi dan menyelesaikan serta memutuskan masalah pabrik baik intern maupun ekstern, serta menjamin dan mengelola semua faktor yang menjadi tanggung jawab secara keseluruhan dan terus menerus.
2.    Manager Tanaman
Manager Tanaman memiliki tugas untuk bertanggung jawab atas penyediaan bahan baku tanaman tebu yang akan digiling oleh pabrik kepada administratur dan selalu memberi laporan kepada bidang tanaman ditingkat direksi.
3.    Manager Teknik
Manager Teknik bertanggung jawab terhadap instalasi pabrik maupun instalasi lainnya tepat pada waktu sebelum mulai musim giling. Dan juga semua peralatan mesin pedukung operasional giling dan memberi laporan di bidang teknik ditingkat direksi.
4.    Manager Pengolahan
Manager pengolahan memiliki tugas untuk bertanggung jawab terhadap proses pengolahan tebu menjadi gula. Di luar masa giling, bagian pabrikasi memiliki tugas untuk mempersiapkan data administrasi persiapan giling serta mempersiapkan timbangan truk dan juga tetes. Jika di dalam masa giling bagian tersebut bertugas melaksanakan semua kegiatan operasional yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dalam tugasnya manager pengolahan dibantu oleh chemiker (dokter gula).
5.    Manager administrasi keuangan dan umum
Manager AKU bertugas mengkoordinir, mengatur, mengawasi dan melaksanakan tugas-tugas dalam bidang AKU seperti hal berikut perencanaan, pembukuan, umum, kesekretariatan, pergudangan dan tenaga kerja. Serta anggaran perusahaan (RKAP) dan pengendalian biaya.
6.    Karyawan
Karyawan yang ada di PG Djatiroto memiliki beberapa status yaitu sebagai berikut:
a.       Karyawan staf
b.      Karyawan Non Staf (karyawan pelaksana)
1.      Karyawan Tetap yaitu meliputi karyawan bulanan.
2.      Karyawan tidak tetap meliputi karyawan musiman dan kontrak waktu tertentu.

3.3 Proses Produksi Gula
PG Djatiroto merupakan pabrik gula yang memproduksi gula jenis SHS (Super High Sugar). Berikut proses pembuatan gula di PG Djatiroto secara garis besar:

1.    Bagian Statsiun penggilingan
Di stasiun penggilingan ini merupakan pengolahan pertama tebu yang sudah diangkut, sebelumnya tebu yang akan masuk di bagian penggilingan harus ditimbang terlebih dahulu baik yang diangkut lori maupun yang diangkut dengan truk. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan digital elektrik.
Tebu yang telah ditimbang diangkut menggunakan cane crane ke atas meja tebu, yang kemudian tebu tersebut dipotong dan dicacah menggunakan cane knife yang dibawa oleh carrier suplesi/conveyor. Kemudian tebu mengalami penghancuran dengan menggunakan alat unigrator. Tebu yang telah dihancurkan akan dilanjutkan ke proses pemerahan di mesin gilingan. Air nira hasil perahan tersebut disimpan kedalam bak penampungan.
Terdapat beberapa alat transportasi tebu yang digunakan yaitu truck tippler, Lier penarik lori, Crane pengangkat tebu, meja tebu, Carrier Supplesi dan perata tebu.


Gambar 3.2 Truck tippler

2.    Bagian Stasiun Pemurnian
Nira mentah hasil perahan dari stasiun penggilingan akan dilanjutkan keproses pemurnian yaitu di stasiun pemurnian. Tujuan utama stasiun pemurnian ini yaitu memisahkan nira mentah hasil dari stasiun penggilingan dengan kotoran yang tercampur dengan nira menggunakan cara kimia dan fisika. Sebelum lanjut ke pemurnian, nira mentah ditibang terlebih dahulu dengan menggunakan flow meter untuk mengetahui berapa berat nira mentah yang telah dihasilkan.
Nira mentah yang sudah ditimbang dilanjutkan ke juice heater 1 (pemanas pendahuluan) dengan suhu panas sebesar 70-750C, dengan tujuan untuk menghentikan aktifitas enzim beserta mikroorganisme di dalam nira, mempercepat reaksi kimia dan mengendapkan kotoran.
Dari juice heater 1 proses berikutnya ke defekator, yaitu nira dari juice heater 1 dimasukkan ke dalam bejana defekator 1 untuk pemberian susu kapur 1, pada proses ini pH nira mentah berada pada 5,6-5,7. Untuk menaikkan menjadi 7,0 dibutuhkan waktu selama 1,5 menit di dalam bejana defekator. Di dalam defekator ini akan terjadi inti kalsium pospat (Ca(PO4)2) yang menyelubungi kotoran, supaya kotoran lebih banyak diikat, maka nira di lanjutkan ke defekator 2 untuk pemberian susu kapur 2, untuk memperoleh pH sebesar 7,5 dibutuhkan waktu selama 1 menit. Kemudian dilanjutkan ke defekator 3 untuk pemberian susu kapur 3 hingga pH mencapai 8,5 (selama 0,6 menit), pada proses ini dinamakan proses defekasi.
Untuk proses sulfitasi yaitu, nira yang keluar dari tangki defekasi dialirkan menuju bejana sulfitasi, yang kemudian terjadi pencampuran antara nira dan gas belerang. Gas belerang ini digunakan untuk menetralkan nira yang kelebihan kapur. Tujuan dari sulfitasi ini untuk menurunkan pH nira menjadi 7,0 dan menguatkan ikatan endapan yang ada pada nira melalui endapan CaSO3 yang terbentuk. Lalu nira masuk ke juice heiter II di suhu ± 105o C.
Nira hasil pemanasan juice heiter II dipompakan ke dalam flash tank untuk menghilangkan gas terlarut, selanjutnya nira ke tangki dengan sebutan prefloc tower yang mana pada tahap ini terjadi penambahan flokulan. Penambahan ini dimaksudkan untuk mempercepat penggumpalan, dan mempercepat terbentuknya endapan pada nira. Sehingga memudahkan pemisahan kotoran kasar, gumpalan serta endapan yang terbentuk di dalam nira. Nira yang telah diberi flokulan langsung dialirkan kedalam single tray (bejana pengendapan) dengan tujuan untuk memisahkan nira yang jernih dengan nira kotor.
Nira jernih dari bak pengendapan tadi terlebih dahulu disaring melalui DSM Screen, dilanjutkan ke juice heater III untuk dipanaskan kembali dengan suhu mencapai 110o C. Pemanasan ini dilakukan untuk meringankan beban pemanasan yang dilakukan di departemen penguapan (evaporator). Dari juice heater III ini dilanjutkan ke bagian evaporator. Sedangkan nira kotor yang keluar dari single tray dilanjutkan menuju vacum filter, nira tersebut dicampur dengan ampas halus sebagai media penyaringan dalam bagasilo mixer. Hasil dari vacum filter ini yaitu berupa nira tapis dan blotong, nira tapis dipompa ke peti nira mentah tertimbang untuk diolah kembali, sedangkan blotongnya dibuang. Di dalam departemen pemurnian ini merupakan salah satu bagian yang menentukan hasil gula, keberhasilan tersebut antara lain :
a.       Efisiensi dan efektifitas proses
b.      Warna gula yang dihasilkan
c.       Penekanan kehilangan gula selama proses

3.    Bagian  Stasiun Penguapan
Pada proses penguapan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalam nira jernih, sehingga di dapatkan nira kental dengan konsentrasi tertentu dan siap dilanjutkan keproses berikutnya yaitu pada stasiun masakan. Kandungan air di dalam nira mentah ± 85% dan diharapkan dengan dilakukannya penguapan kadar air di dalam nira kental ini mencapai ± 38% dengan Brix ± 60%. Brix merupakan prosentase atau jumlah zat padat semu yang larut (dalam gr) setiap 100 gram larutan. Jika dijelaskan dengan gambar seperti di bawah ini.
Gambar 3.3 Tentang Brix
Untuk menghitung nilai brix digunakan alat yaitu hydrometer atau dengan nama lain yaitu timbangan brix. Selain bisa unutk mengukur nilai brix, alat ini juga bisa untuk mengukur temperatur nira.
Sistem kerja penguapan yang digunakan yaitu sistem Quintuple effect yang artinya penguapan dengan lima tingkat badan penguapan. Badan penguapan yang ada di PG Djatiroto ada 7 buah badan, yang satu digunakan sebagai badan penguapan cadangan. Badan I menggunakan dua unit badan penguapan.
Pertama nira masuk kedalam bdan penguapan dengan sumber panas uap bekas dari turbin, sedangkan yang lain menggunakan uap nira badan terakhir dialirkan ke kondensor. Supaya sistem ini dapat berjalan dengan baik maka harus menggunakan tekanan hampa sehingga titik didih nira dapat diturunkan, disamping itu juga dapat menghemat pemakaian uap pemanas maka sistem penguapan ini juga dapat mengurangi terjadinya invarsi sukrosa, sehingga gula tetap baik dan tidak rusak.
Nira hasil dari badan penguapan dilanjutkan dengan pemberian gas SO2 di dalam bejana sulfitir dengan tujuan untuk memucatkan warna nira kental, supaya warna kristal gula lebih putih dan juga berguna untuk mencegah terjadinya perubahan warna pada waktu nira dipanaskan di tangki evaporator pada proses masakan. Adapun pH nira kental tersulfitir sebesar 5,4-5,6 untuk dialirkan ke bagian masakan.

4.    Bagian Stasiun Masakan
Proses yang terjadi di stasiun masakan memiliki tujuan untuk merubah sukrosa dari nira kental menjadi kristal gula yang berukuran sama atau seragam dengan menggunakan kalori seminimal mungkin serta menekan kehilangan gula seminimal mungkin pada tetes.
Bagian masakan dipisah menjadi tiga bagian yaitu masakan A (ada 8 buah pan), masakan C (ada 3 buah pan) dan masakan D (ada 3 pan). Harkat Kemurnian (HK) pada proses masakan mencapai 75%-84%. Nira yang telah dimasak kemudian didinginkan di dalam palung pendinginan yang dibagian tengahnya yang dilengkapi dengan pemutar berkecepatan 2 RPM. Selama dalam palung pendinginan, stroop yang mengandung kristal gula akan mengalami pendinginan dan perubahan kristal gula menjadi lebih besar, kecepatan kristalisasinya masakan A dan C besar karena harkat kemurnian masakan tersebut tinggi maka tidak perlu terlalu lama berada di palung pendinginan, berbeda dengan masakan D harus berada di dalam palung pendinginan lebih lama.

5.    Bagian Stasiun Puteran
Fungsi dari stasiun puteran ini yaitu untuk memisahkan kristal gula dari larutannya, agar di dapatkan kristal gula murni. Hasil dari masakan di tampung di dalam palung pendingin, jika sudah terbentuk kristal gula selanjutnya di bawa ke stasiun puteran untuk memisahkan mollase dengan gula kristalnya.
Untuk hasil masakan A dibawa keputeran A1, hasilnya ditampung pada mixer (peti pencampur) dan dilanjutkan keputeran A2 yang sudah berupa klare (stroop hasil dari puteran yang memiliki kandungan gula rendah/kadar gulanya rendah) dan gula kristal. Sedangkan untuk stroop A yang berasal dari puteran A1 masih memiliki kandungan kadar gula yang cukup tinggi dan dimasak lagi pada pan masakan C. Klare dari puteran A2 ditampung dan dibawa ke peti intrex untuk dialirkan ke nira kental sulfitir. Untuk kristal gulanya dijatuhkan pada ayakan atau (sugar dryer) sampai kadar airnya sesuai yang ditargetkan. Begitupun juga dengan stroop hasil puteran C, yang masih mengandung kadar gula cukup tinggi dimasak kembali pada pan D kemudian dilanjutkan kebagian puteran D1. Hasil dari puteran D1 tidak dapat dikristalkan, cairan hasil dari D1 ini dinamakan tetes sedangkan hasil kristalisasinya ditampung pada peti mixer (pencampur) dan akan dilanjutkan keputeran D2. Di PG Djatiroto ini ± 30% tetes hasil pegolahan tebu digunakan kembali untuk membuat tetes dan spritus, sedangkan sisanya dijual sebagai tetes.

6.    Bagian Pengemasan
Dibagian terakhir proses pembuatan gula ini yaitu proses pengemasan dan penyimpanan produk gula di dalam gudang. Letak dari bagian pengemasan ini berdekatan dengan areal gudang gula, supaya penyimpanan dan pemasaran gula bisa lebih cepat. Gula yang telah jadi masuk kebagian pengemasan dan dikemas kedalam karung sak plastik dengan berat satu sak yaitu 50 kg.
Gula yang telah dimasukkan ke dalam karung sak plastik ini ditimbang kembali agar ketepatan berat sesuai dengan berat gula perkarung (50kg/karung). Kemasan di tutup dengan cara dijahit. Plastik yang berada di dalam karung atau yang biasa disebut dengan inner bag digunakan untuk mencegah masuknya uap air masuk ke karung gula, karena uap air tersebut dapat menyebabkan kadar air dalam karung menjadi naik dan menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme yang merugikan dan gula melumer atau mencair.
Gula yang telah dikemas dalam karung plastik disimpan kedalam gudang dengan dibawa oleh lori pengangkut gula, dan menggunakan konveyor untuk meletakkan gula dari lori ke bagian dalam gudang. Tumpukan di dalam gula maksimal mencapai 40 karung, dengan penemapatan gula saling silang bergantian posisi. Gudang penyimpanan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:
a.    Tidak memiliki kelembapan tinggi.
b.    Alas lantai diberi rongga dengan papan kayu agar gula tidak terlalu lembab.
c.    Kering dan bebas dari genangan air.
d.    Suhu di gudang harus berkisar antara 28o-30oC.


3.4 Gambaran Raw Material di PG Djatiroto 
 Gambar 3.4 Sistem penerimaan di Gudang saat ini
Gambar 3.4 tersebut menjelaskan bahwa di PG Djatiroto saat ini memiliki sistem penerimaan kemasan dari perusahaan lain ke PG Djatiroto yang langsung diterima dan disimpan ke gudang.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian ini meliputi penjelasan yang menyangkut langkah-langkah penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam melaksanakan penelitiannya, seperti berikut penjelasan.

4.1 Langkah-langkah Pelaksanaan Kajian Kerja Praktek
4.1.1 Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT Perkebunan  Nasional XI cabang kerja Lumajang, yang terletak di Jalan Ranu Pakis Nomor 1, Desa Kaliboto Lor, Kecamatan Jatiroto, Kabupaten Lumajang, Jawa timur. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 agustus 2015 sampai 19 september 2015.
4.1.2 Identifikasi variabel
Variabel penelitian merupakan atribut atau sifat yang memiliki variasi tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004). Adapun variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu:
1.    Jumlah Populasi dalam Lot.
2.    Jumlah sampel yang akan diambil
3.    Bilangan Penerimaan
4.    Jumlah sampel yang cacat
5.    Probabilitas penerimaan
6.    Probabilitas cacat.
4.1.3 Teknik pengambilan data
Teknik dalam pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan melaksanakan pengamatan langsung di PG Djatiroto yang menjadi objek dalam penelitian ini. Berikut teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini:
1.    Observasi
Observasi merupakan kegiatan yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan atau peninjauan secara langsung di tempat penelitian, yaitu dengan mengamati proses, sistem atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan identifikasi variabel-variabel penelitian.
2.    Wawancara
Wawancara adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dengan melakukan tanya jawab langsung kepada orang atau pihak yang lebih mengetahui dengan objek yang dieliti. Pihak yang lebih mengetahui hal ini yaitu bagian manajemen/karyawan PG Djatiroto Lumajang, menenai data-data variabel penelitian.
3.    Dokumentasi
Dokumentasi sendiri meliputi tentang bagaimana mempelajari dokumen-dokumen yang ada diperusahaan, serta foto-foto yang diperlukan.

4.1.4 Jumlah sampling
Penentuan jumlah sampling dalam metode acceptance sampling yaitu menggunakan tabel DODGE and ROMIG. Diketahui jumlah lot size 500 sebanyak 5 lot yang diperiksa, sampel yang diambil sebesar 45.
4.1.5 Alat pengumpulan data
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu menggunakan checksheet untuk mengetahui jumlah cacat dalam pengecekan sampel yang diambil.
4.1.6 Jenis uji/analisis data
Pengujian yang dilakukan dalam penelitian di PG Datiroto ini yaitu menggunakan metode sampling penerimaan (acceptance sampling). Metode ini yaitu mengambil sampel dalam suatu lot untuk dilihat apakah lot tersebut bisa diterima atau ditolak, dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Metode ini sangat cocok dengan masalah yang ada di PG Djatiroto.


4.2 Flowchart/ Alur penelitian
Gambar 4.5 merupakan flowchart penelitian:


Gambar 4.5 Flowchart penelitian
4.2.1 Gambaran Sistem yang diharapkan
Gambar 4.6 merupakan gambar sistem penerimaan kemasan yang diharapkan di PG Djatiroto.
Gambar 4.6 Sistem yang diharapkan
Gambar 4.6 berikut merupakan sistem penerimaan barang kemasan dari perusahaan lain ke PG Djatiroto yang diharapkan peneliti agar dapat memenuhi tujuan peneliti.


BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Data yang Diolah
Data yang digunakan dan diolah pada penelitian ini yaitu menggunakan data atribut. Data atribut ini merupakan data kualitatif yang dapat dianalisis serta dihitung untuk pencatatannya. Data tersebut diperoleh dengan melihat secara visual terhadap objek yang diteliti, seperti produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Pada penelitian ini, peneliti hanya menilai pada produk kemasan karung plastik gula di PG Djatiroto, apakah kemasan tersebut baik atau layak untuk digunakan.

5.2 Identifikasi Kemasan dan Ketidaksesuaiannya
Kemasan yang diperoleh PG Djatiroto merupakan produk dari pabrik lain yaitu berupa kemasan karung plastik dengan ukuran isi karung 50 kg. Kemasan tersebut digunakan sebagai kemasan gula yang ada di PG Djatiroto.
Ketidaksesuaian kemasan gula tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.    Kemasan sobek atau bolong
Yaitu kemasan yang mana ada anyaman yang rusak atau bolong sehingga kemasan tersebut tidak dapat digunakan lagi.
2.    Tidak ada jahitan
Tidak adanya jahitan pada sisi bawah kemasan, sebaiknya kemasan harus lengkap dengan jahitan bawahnya agar bisa digunakan.
3.    Inner Bag
Yaitu bagian dalam kemasan, berbentuk plastik agar gula terlindungi. Inner bag merupakan bagian penting dalam kemasan, jika tidak ada maka kemasan tersebut tidak sesuai dan tidak bisa digunakan.

5.3 Penentuan Lot dan LTPD
Penentuan lot dalam penelitian ini yaitu 1 kemasan karung plastik. 1 lot tersebut berisi (N) = 500 lembar karung plastik. Lot ini didapatkan dari produk yang homogen.
Gambar 5.7 Lot penelitian
Penentuan nilai LTPD (Lot Tolerance Percent Defective) atau LQL (Limit Quality Level) ditetapkan oleh perusahaan yaitu sebesar 5% artinya tingkat kualitas terendah dalam lot yang dapat terima konsumen sebesar 5%.

5.4 Pengolahan Data
Peneliti melakukan analisa dan interpretasi data dengan metode acceptance sampling tabel Dodge and Romig single sampling plan. Pertama peneliti melakukan perhitungan untuk menentukan process average dari produk kemasan yang akan diteliti yaitu dengan menggunakan peta P. Data yang telah diambil dimasukkan kedalam tabel pengamatan seperti dibawah ini:
Tabel 5.1 Tabel pengamatan pertama
Tabel 5.1 tersebut merupakan data yang diperoleh dari lapangan yang dapat digunakan untuk perhitungan dalam menentukan nilai process average, yaitu dengan menghitung nilai . Berikut perhitungan matematisnya:
p =  à  =
GT =
BKA/BKB =  ± 3  .................................(pers 1)
Keterangan :
p             = Proporsi defective
n             = Jumlah sampel per subgrup
np           = Jumlah defective dalam subgrup
Penyelesaiaan:
   =
   =  
   = 0,01467
Setelah dilakukan perhitungan  didapatkan hasil sebesar 0,01467, dan dari data tersebut proses sudah berada dalam batas kontrol atas dan bawah setelah diuji menggunakan software. Jadi  dapat digunakan sebagai nilai process average yaitu sebesar 0,01467.

5.4.1 Acceptance sampling
Lot yang diperiksa yaitu sebesar 5 lot selama 2 hari, dengan menentukan terlebih dahulu n dan c yang akan dipakai menggunakan tabel Dodge and Romig Single Sampling. Lot size sebesar 500 dengan LTPD 5% dan process average sebesar 0,01467 tipe single sampling maka diperoleh ukuran sampel (n) = 45, angka penerimaan (c) = 0 dan Average Outgoing Quality Limit (AOQL) sebesar = 0,75%. Artinya jika ditemukan kemasan karung plastik yang rusak (tidak sesuai) ≤ 0 maka lot diterima, sedangkan jika kemasan karung plastik yang rusak (tidak sesuai) yang ditemukan > 1 maka lot harus diperiksa 100% dan yang rusak dibuang. AOQL (Average Outgoing Quality Limit) menunjukkan bahwa prosedur ini menghasilkan lot yang kerusakannya tidak melebihi 0,75%.
Pengambilan sampel direkap pada tabel dibawah ini yaitu:
Tabel 5.2 Hasil pengamatan
Tabel 5.2 di atas menjelaskan hasil pengamatan yang telah diambil selama 2 hari, dengan ukuran lot 500 sebanyak 5 lot yang diperiksa. Dari 45 sampel yang diambil didapatkan cacat kemasan sebanyak 4 lot pada 5 lot yang telah diperiksa. Cacat yang diperiksa tersebut sudah termasuk cacat yang telah ditentukan sebelumnya.
Hasil pengamatan yang telah dilakukan tersebut, diolah dan dibandingkan dengan angka penerimaan yang ditentukan sebelumnya dari tabel Dodge and Romig.
Tabel 5.3 Angka penerimaan
Tabel 5.3 di atas menerangkan tentang angka penerimaan dan penolakan yang digunakan saat melaksanakan pemeriksaan lot. Angka terima ≤ 0 mengartikan, jika terdapat produk yang tidak sesuai (cacat) ≤ 0 maka lot diterima sedangkan jika > 0 maka lot harus ditolak.
Maka dari angka penerimaan dan penolakan yang telah dibuat, didapat tabel penarikan keputusan sebagai berikut:
Tabel 5.4 Penarikan keputusan
Tabel 5.4 tersebut merupakan tabel penarikan keputusan, dengan hasil kesimpulan dari sepuluh lot yang diperiksa ternyata terdapat 4 lot yang ditolak, yang artinya terdapat lot yang belum memenuhi angka penerimaan yang ditetapkan.
Penarikan keputusan yang diambil yaitu berdasarkan:
Lot diterima jika : d ≤ c
Lot ditolak jika   : d > c
Analisis mengenai kualitas kemasan yang telah diperiksa mengartikan bahwa lot-lot yang telah diperiksa tersebut terdapat kualitas kemasan yang kurang baik dan harus ditolak. Ini mungkin disebabkan karena supplier dari kemasan tersebut kurang teliti dalam menginspeksi produk kemasan gula yang akan dikirim ke PG Djatiroto. Atau sebaiknya dilakukan perjanjian dengan supplier agar memperbaiki kualitas produknya, supaya tidak ada lagi cacat yang ditemukan.
5.4.2 Pengukuran kurva operasi (OC)
Pada rencana penarikan sampel tunggal atribut tercakup pemilihan n item dalam suatu lot untuk diinspeksi ditiap item tersebut. Jika angka penerimaan tersebut lebih kecil dari angka yang cacat yang telah ditemukan, maka lot tersebut diterima. Tetapi sebaliknya jika item cacat yang ditemukan lebih dari angka penerimaan maka lot tersebut ditolak. Berikut merupakan hubungan antara probabilitas penerimaan dengan proporsi kesalahan yang direkap dalam tabel dan divisualisasikan dengan kurva:



Tabel 5.5 Hubungan Pa dan P
Gambar 5.8 Kurva OC
Kurva OC pada gambar 5.8 tersebut menjelaskan hubungan antara probabilitas penerimaan (Pa) dengan bagian kesalahan dalam produk yang dihasilkan (p). Dapat dijelaskan pula dari grafik kurva OC tersebut jika nilai p = 0,01 maka probabilitas penerimaannya Pa = 0,638, artinya jika proporsi kesalahan (cacat) yang ada dalam lot tersebut sebesar 0,01 maka probabilitas penerimaannya sebesar 0,638 dan seterusnya. Semakin kecil nilai proporsi cacat maka nilai probabilitas penerimaannya semakin besar.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari Praktek Kerja Lapangan ini yaitu dari hasil pengamatan yang telah diperiksa didapatkan bahwa 5 lot yang diuji terdapat 4 lot yang ditolak, artinya resiko konsumen tidak dapat terhindari. Ini dimungkinkan bahwa supplier kemasan kurang ketat dalam menginspeksi produk yang dikirim ke PG Djatiroto.
Tabel 6.6 Penarikan keputusan
Hasil dari pengukuran kurva operasi (OC) yaitu semakin kecil nilai proporsi cacat maka semakin besar nilai probabilitas penerimaannya artinya hubungan keduanya berbanding lurus. Penerapan metode acceptance sampling ini lebih praktis dan mudah untuk dilakukan pada pemeriksaan kualitas kemasan gula di PG Djatiroto, guna meruduksi tingkat penerimaan kantong kemasan gula yang rusak seminimal mungkin.



6.2 Saran
Adapun saran yang peneliti ajukan untuk perusahaan ataupun untuk penelitian selanjutnya:
1.    Perusahaan dapat mempertimbangkan metode ini untuk diterapkan dalam sistem penerimaan kemasan, dalam menjamin kualitas kemasan yang baik.
2.    Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya penggunaan kurva ditambah lagi tidak hanya menggunakan kurva OC saja.
3.    Penelitian berikutnya sampling penerimaan bisa dilakukan untuk sisi produsen dan juga sisi konsumen, tidak hanya sisi konsumen saja.


DAFTAR PUSTAKA
Ferlianto, L. R., Gondomulio, E., & Laloan, R. T. (2006). Komoditi Investasi Paling Prospektif. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Irani, S. (1999). Handbook of Cellular Manufacturing Systems. United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
Lind, D., Marchal, W., & Wathen, S. (2008). Teknik-Teknik Statistika dalam Bisnis dan Ekonomi Menggunakan Kelompok Data Global. Jakarta: Salemba Empat.
Montgomery, D. (2009). Introduction to Statistical Quality Control. United State of America: John Wiley & Sons, Inc.
Schilling, E., & Neubauer, D. (2009). Acceptance Sampling in Quality Control. New York: CRC PRESS Taylor & Francis Group.



LAMPIRAN




DOKUMENTASI




 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar